Perkembangan teknologi digital telah mengubah hampir seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali dalam dunia pariwisata. Teknologi kini memengaruhi pola konsumsi informasi, cara wisatawan merencanakan perjalanan, hingga bagaimana mereka membagikan pengalamannya. Dalam konteks ini, seorang pelaku, pengelola, atau konsultan pariwisata perlu memiliki kemampuan dalam menyusun strategi komunikasi yang efektif agar tetap relevan dan kompetitif di era pariwisata berbasis digital ini. Komunikasi yang tidak hanya informatif, tetapi juga menarik, personal, dan dapat mendorong tindakan nyata dari calon wisatawan.
Di era pariwisata berbasis digital, sekadar mengandalkan brosur cetak, baliho, atau promosi offline tidak lagi cukup. Pendekatan harus lebih adaptif terhadap kanal digital seperti media sosial, website interaktif, konten video, hingga penggunaan data dalam memahami perilaku wisatawan. Komunikasi yang disampaikan pun harus mampu menjawab kebutuhan psikologis calon wisatawan yang ingin merasa aman, terhubung, terinspirasi, dan diperhatikan.
Table of Contents
ToggleDinamika Tren Pariwisata Berbasis Digital
Perubahan gaya hidup global, terutama pascapandemi, telah mempercepat pergeseran ke arah digitalisasi. Wisatawan kini lebih cenderung mencari informasi secara daring, membandingkan harga, membaca ulasan, menonton video pengalaman, hingga memesan paket perjalanan hanya melalui ponsel pintar. Hal ini membuat tren pariwisata berbasis digital berkembang sangat pesat. Beberapa dinamika tren yang mencolok di antaranya:
Personalisasi Pengalaman Digital
Platform digital kini dapat merekomendasikan destinasi berdasarkan preferensi pengguna. Algoritma mempelajari kebiasaan pencarian dan menawarkan pengalaman yang lebih personal. Pengelola dan konsultan perlu memahami bagaimana data dan algoritma bekerja dalam membentuk preferensi wisatawan. Dengan menyesuaikan promosi berdasarkan segmentasi pasar digital, konten yang ditampilkan akan terasa lebih relevan dan personal. Ini membuka peluang lebih besar dalam menjangkau target audiens secara tepat sasaran. Misalnya, wisatawan muda yang mencari petualangan, atau keluarga yang mencari kenyamanan dan edukasi.
Dominasi Visual dan Narasi Autentik
Konten visual seperti foto dan video memiliki kekuatan besar dalam menarik perhatian. Namun, yang lebih penting adalah keaslian cerita di balik gambar tersebut. Wisatawan modern lebih tertarik pada kisah nyata dan pengalaman otentik daripada visual yang terlalu dipoles.
Baca juga: Trend dan Strategi Pemasaran Destinasi Wisata Terbaru di Tahun 2025
Penggunaan Teknologi Interaktif
Virtual tour, augmented reality (AR), dan chat interaktif kini mulai digunakan untuk mengenalkan destinasi. Teknologi ini mampu memberikan gambaran awal yang imersif dan mendorong minat lebih dalam. Mengadopsi teknologi seperti virtual tour atau AR bisa menjadi nilai tambah besar dalam memperkenalkan destinasi. Konsultan atau pengelola yang memahami cara kerja dan penerapannya akan mampu menyusun strategi promosi yang inovatif dan efisien. Ini juga membantu menjangkau wisatawan yang masih dalam tahap eksplorasi, dan mendorong mereka lebih cepat menuju tahap keputusan.
Peran Ulasan dan Influencer
Review dari pengguna sebelumnya dan promosi dari influencer memiliki pengaruh besar dalam pengambilan keputusan wisatawan. Destinasi yang sering dibicarakan secara positif di platform digital memiliki peluang lebih besar dikunjungi. Kamu sebagai pengelola dan konsultan pariwisata perlu aktif membangun strategi yang mendorong wisatawan untuk meninggalkan ulasan positif dan berkolaborasi dengan influencer yang tepat. Bukan sekadar popularitas, tetapi juga kesesuaian nilai dan audiens. Membangun reputasi digital melalui review dan testimoni merupakan investasi jangka panjang dalam membentuk citra destinasi.
Dalam menghadapi tren-tren tersebut, strategi komunikasi harus dirancang sedemikian rupa agar tidak hanya informatif, tetapi juga menggugah secara emosional dan mendorong aksi nyata dari wisatawan. Ini sangat penting, terutama bagi kamu seorang konsultan pariwisata yang banyak berkomunikasi dengan berbagai pihak.
Tujuan Komunikasi Efektif dalam Pariwisata Digital
Komunikasi dalam konteks pemasaran destinasi wisata bukan sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga membangun persepsi, menciptakan koneksi emosional, dan memotivasi tindakan. Tujuan komunikasi yang efektif dalam pariwisata berbasis digital meliputi:
Menarik Perhatian di Tengah Banjir Informasi
Di dunia digital, wisatawan di bombardir oleh banyak pilihan. Konten yang menarik secara visual, ringkas, dan relevan akan lebih menonjol di antara pesaing.
Membangun Kepercayaan dan Kredibilitas
Website yang profesional, konten yang konsisten, serta respons yang cepat dan ramah di media sosial dapat meningkatkan kepercayaan calon wisatawan.
Menginspirasi dan Menggerakkan Emosi
Narasi yang menyentuh, seperti kisah warga lokal atau pengalaman autentik di desa wisata, lebih mampu membangun keterikatan emosional dibandingkan informasi faktual semata.
Mendorong Tindakan Nyata
Komunikasi yang efektif harus diakhiri dengan ajakan bertindak yang jelas, entah itu melakukan pemesanan, membagikan konten, atau sekadar menyimpan destinasi dalam daftar kunjungan.
Membangun Loyalitas Jangka Panjang
Setelah kunjungan, komunikasi tidak berhenti. Wisatawan yang merasa dihargai dan puas cenderung membagikan ulasan positif dan kembali berkunjung, bahkan menjadi duta informal destinasi.
Lebih lanjut, tujuan-tujuan ini akan lebih mudah tercapai jika strategi komunikasi mengikuti kerangka kerja yang terstruktur dan terbukti, salah satunya adalah model AIDDA.
AIDDA dalam Pariwisata Berbasis Digital
Model AIDDA merupakan pendekatan klasik dalam komunikasi pemasaran yang masih sangat relevan, terutama dalam lanskap digital saat ini. Menurut Kotler dan Keller (2009) dalam Rompas (2018), AIDDA terdiri dari lima tahap sebagai berikut.
Awareness (Kesadaran)
Ini merupakan langkah awal yang memang harus kamu lakukan saat melakukan pemasaran kepada target audience. Dalam pariwisata digital, kesadaran calon wisatawan bisa kamu peroleh melalui konten visual yang eye catching, headline yang menarik, atau penggunaan warna dan desain yang menggugah. Media sosial, terutama Instagram, TikTok, dan YouTube, menjadi alat utama dalam tahap ini. Misalnya, video 15 detik tentang pemandangan matahari terbit dari puncak gunung bisa langsung menarik perhatian calon wisatawan.
Interest (Minat)
Setelah perhatian diperoleh, konten lanjutan harus mampu membangkitkan minat. Di sinilah pentingnya menyajikan informasi yang relevan dan menggoda, seperti rekomendasi aktivitas, kisah unik warga lokal, atau agenda acara budaya yang hanya berlangsung setahun sekali.
Desire (Keinginan)
Minat berubah menjadi keinginan saat wisatawan mulai membayangkan diri mereka berada di destinasi tersebut. Testimoni positif, video perjalanan, atau konten UGC (user-generated content) yang emosional bisa sangat efektif di tahap ini. Pengalaman autentik, bukan hanya estetika, menjadi kunci membangun keinginan.
Decision (Keputusan)
Keputusan terjadi saat wisatawan siap memilih destinasi dan memesan perjalanan. Fasilitas pemesanan daring yang mudah, informasi harga yang transparan, serta integrasi dengan platform seperti Traveloka, Tiket.com, atau Airbnb dapat mempermudah proses ini.
Action (Tindakan)
Tahap akhir adalah tindakan nyata seperti memesan tiket, mengunjungi destinasi, atau membagikan konten. Di tahap ini, ajakan bertindak (call to action) yang kuat menjadi hal krusial yang perlu kamu terapkan. Misalnya: “Rencanakan liburanmu sekarang” atau “Temukan petualanganmu di sini.”
Dengan menerapkan AIDDA dalam strategi komunikasi digital, pelaku pariwisata tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi mampu mengarahkan calon wisatawan melalui jalur emosional dan rasional hingga mereka mengambil keputusan berkunjung.
Contoh Nyata Penerapan AIDDA
Beberapa destinasi pariwisata sendiri telah menerapkan strategi AIDDA ini dalam pariwisata berbasis digital. Seperti di Wisata Alam Gomara Swiss Kabupaten Labuhanbatu Utara yang menerapkan strategi AIDDA seperti berikut.
Awareness
Pesan yang menonjolkan keunggulan Wisata Alam Gomara Swiss dibandingkan destinasi lain mampu menarik perhatian calon pengunjung. Keindahan alam yang masih alami, suasana yang nyaman, serta fasilitas yang sudah memadai menjadi daya tarik awal yang menciptakan kesan positif. Daya tarik ini membuka peluang meningkatnya ketertarikan wisatawan untuk mengenal lebih jauh destinasi tersebut.
Interest
Perhatian yang telah muncul kemudian berkembang menjadi minat, terutama setelah calon wisatawan melihat informasi dari media sosial seperti Instagram dan Facebook, maupun melalui rekomendasi dari mulut ke mulut. Rasa penasaran dan ketertarikan mereka tumbuh seiring dengan banyaknya konten menarik yang pengunjung sebelumnya bagikan.
Desire
Dari ketertarikan tersebut, timbul dorongan emosional yang lebih kuat, rasa ingin tahu yang mendalam terhadap pengalaman langsung di Gomara Swiss. Konten visual dan cerita autentik dari media sosial semakin memperkuat keinginan calon wisatawan untuk merasakan sendiri keindahan dan kenyamanan yang destinasi tersebut tawarkan.
Decision
Setelah keinginan menguat, pengunjung mulai merancang rencana perjalanan mereka. Pada tahap ini, calon wisatawan sudah memiliki keputusan konkret untuk mengunjungi Wisata Alam Gomara Swiss, seperti mencari informasi lebih lanjut, menentukan tanggal kunjungan, atau bahkan mulai memesan tiket dan akomodasi.
Action
Keputusan yang telah dibuat kemudian diwujudkan dalam tindakan nyata, yaitu melakukan kunjungan langsung ke destinasi. Proses ini menunjukkan bahwa strategi komunikasi yang diterapkan berhasil mengarahkan wisatawan dari sekadar tertarik hingga akhirnya datang dan menikmati pengalaman wisata yang ditawarkan.
Kesimpulan
Memasuki era pariwisata berbasis digital, kemampuan menyusun komunikasi yang relevan, menarik, dan mendorong aksi menjadi semakin krusial. Pendekatan seperti AIDDA, yang menggabungkan kekuatan visual, narasi autentik, dan teknologi digital, membantu pelaku pariwisata menjawab kebutuhan wisatawan modern. Namun, agar strategi ini dapat diterapkan secara efektif dan berkelanjutan, dibutuhkan pemahaman menyeluruh serta kompetensi yang terstandar.
Untuk itu, para pelaku dan konsultan pariwisata perlu membekali diri melalui skema sertifikasi dari LSP Jana Dharma Indonesia, yang dirancang sesuai kebutuhan industri saat ini. Baik melalui Skema Pemasaran Destinasi Wisata maupun Skema Perencanaan Destinasi Wisata, peserta akan mendapatkan pondasi praktis dan pengakuan profesional yang memperkuat posisi mereka di tengah persaingan. Ini adalah langkah strategis bagi siapa pun yang ingin berkontribusi lebih dalam membangun destinasi yang adaptif, menarik, dan berdaya saing di era digital.
Untuk informasi lebih lanjut dan proses pendaftaran, hubungi kami:
WhatsApp : +6282322795991
Instagram : @jana_dharma_indonesia
Email : lspp.janadharmaindonesia@gmail.com